19/03/2021

Langkah pertama sudah dimulai dengan pertemuan bersama seluruh anggota Koperasi Hubung Horang di Desa Watowara pada hari Minggu (7/03) untuk membahas rencana kegiatan pengolahan pangan alternatif kelor (Moringa oleifera). Pertemuan membahas langkah kerja dan pembagian tugas di antara anggota dalam kerangka gotongroyong. Anggota koperasi akan bergotong royong membangun Rumah Produksi Tepung Kelor. Rumah berukuran 16x10 m2 dibangun di atas lahan milik Bapak Wilhelmus Wua Openg selaku Penasihat Yagat Foundation sekaligus pembina Koperasi Hubung Horang. Lokasi seluas 1,5 Ha dibebaskan oleh Pak Willem untuk areal rumah produksi sekaligus lahan produksi.

Dalam pertemuan tersebut, para anggota menyepakati beberapa hal penting seperti jadwal kerja gotong royong untuk menggali fondasi dan mengumpulkan material lokal seperti batu dan kayu bangunan.

Anggota kelompok Hubung Horang sangat antusias menyambut kegiatan ini, karena membawa harapan baru adanya sumber pendapatan baru yang berasal dari tanaman Kelor. Selama ini kelor hanya untuk kebutuhan sayur saja dan belum memiliki nilai ekonomi. Rumah Produksi membuat kelor bernilai ekonomis bagi petani, khususnya anggota Koperasi Hubung Horang dan masayarakat Flores Timur pada umumnya. Hal ini berjalan berkat dukungan dari Konsulat Jendral di Bali melalui Direct-Aid Program (DAP) dan pendampingan YAGAT Foundation.

Kegiatan ini bak angin segar bagi masyarakat Desa Watowara, khususnya anggota Koperasi Hubung Horang. Anggota kelompok sudah menanam ribuan pohon kelor sebelumnya atas dorongan Pemerintah setempat, namun mereka terkendala dengan pemasaran. Kehadiran Rumah Produksi ini diharapkan mampu memberikan alternatif pendapatan dan meningkatkan gizi masyarakat di Kabupaten Flores Timur.

 

Foto 1. Pertemuan dengan Anggota Kelompok Tani Hubung Horang

18/02/2021

Koperasi Mawar merayakan ulang tahunnya yang ke-18 di tengah pandemi Covid-19. Kali ini ulang tahun Mawar di laksanakan secara virtual dalam acara pembukaan Rapat Anggota Tahunan Koperasi Primer dan tatap muka langsung saat anggota mengambil deviden.

Pandemi tidak mengurangi kebahagiaan dari ulang tahun Koperasi Mawar yang datang dari Sisa Hasil Usaha anggota dengan total Rp 12,7 juta. Di tambah lagi pada ulang tahun kali ini Koperasi Primer Mawar resmi bergabung dalam Induk Koperasi Wanita Pengusaha Indonesia (INKOWAPI), yang mampu menjadi wadah untuk menampung seluruh koperasi wanita se-indonesia.

 “… INKOWAPI sedang membangun jembatan emas untuk menghubungkan sesama koperasi wanita primer, mendekatkan jarak satu sama lain demi membangun kemajuan perempuan menuju sejahtera; perempuan sejahtera Indonesia maju!”, demikian sambutan Ketua Koperasi Wanita Mawar dalam acara Pembukaan Rapat Anggota Tahunan Koperasi Wanita Primer Binaan Puskopwapi dan INKOWAPI di Provinsi NTT.

Pembukaan Rapat Anggota Tahunan Koperasi Provinsi NTT dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan seperti, Sekretasi Dinas Koperasi dan UKM Kota Kupang, Ketua KADIN Kota Kupang, Ketum INKOWAPI, Ketua Puskopwati dan anggota koperasi primer NTT seperti Koperasi Tani Wanita Lela Muda dan Koperasi Wanita Setia Janji.

Di usianya yang ke-18 modal KSP Wanita Mawar sudah mencapai sekitar Rp 123 juta, termasuk di dalamnya tabungan anak sekolah sebesar Rp 13,8 juta. Modal ini diakses oleh anggota dalam bentuk pinjaman yang mereka manfaatkan untuk berbagai aneka usaha rumah tangga seperti kios, ternak ayam, babi dan kambing, bercocok tanam sayur, berjualan ikan, menjahit dan menenun, membuka bengkel las, dan ojek online.

Dampak nyata dari kehadiran KSP Mawar di tengah masyarakat adalah meningkatkan kesejahteraan mereka. Ibu ketua KSP melaporkan bahwa “…tiga per empat angota telah berhasil menyekolahkan anak-anak mereka sampai sarjana, ada anggota yang mampu mencicil tanah, membangun atau merenovasi rumah, membeli motor untuk ojek dan jualan ikan dan membeli peralatan las besi. Tidak ketinggalan pula anak-anak yang menarik tabungannya untuk membeli hp android untuk sekolah online di masa pandemi ini”.

Semoga pada hari-hari yang akan datang dan di tengah pandemi KSP Mawar mampu mengubah segala tantangan menjadi peluang.

 

Berita ini juga tayang pada:

https://selatanindonesia.com/2021/02/26/18-tahun-berkiprah-kopwan-mawar-maulafa-kini-jadi-binaan-inkowapi/

17/09/2020

Kegiatan menganyam daun merupakan salah satu alternatif pendapatan bagi masyarakat di Dusun Oenalek, Desa Tasikona – salah satu desa dampingan YAGAT. Selama ini menganyam hanya dilakukan oleh kaum ibu dan anak-anak perempuan. Lembar demi lembar daun lontar (Borassus flabellifer) dirajut menjadi tampah atau nyiru dan tempat sirih-pinang juga tii langga/topi khas Rote. Lalu produk-produk tersbut dijual ke pasar local dengan harga, sebuah tampah berkisar  Rp20.000- Rp35.000 per buah, di pasar yang jauhnya hampir 30 km dari desa.

Membandingkan harga jual, ongkos angkutan dari desa ke pasar pulang pergi dan waktu yang dikeluarkan, maka harga per tampah relatif murah. Seseorang harus mengeluarkan Rp40.000 bersih untuk sewa transport dari desa-pasar pp, dengan waktu tempuh kurang lebih 1-1,5 jam persekali jalan. Jumlah produk anyaman yang dibawa bisa mencapai 10-15 buah. Bila habis terjual seseorang bisa membawa pulang sekitar Rp200.000-Rp300.000, belum dikurangi ongkos transport. Banyak kali produk tidak habis terjual di pasar dan mereka harus membawa pulang produk-produk tersebut.

Melihat kondisi ini, UKM en.te mencoba mengisi “celah” untuk memperbaiki posisi para pengrajin tersebut. Caranya adalah dengan diversifikasi produk, yakni membuat variasi aneka model anyaman seperti tempat pot bunga, tas anyaman, tempat hantaran dan keranjang buah. En.te membayar tunai produk-produk anyaman tersebut kepada penganyam yang telah terorganisir dalam sebuah kelompok pengrajin. UKM en.te membeli produk anyaman tersebut dengan harga Rp10.000-Rp50.000per item (tergantung ukuran, model dan tingkat kesulitan). Sehingga bila seseorang mampu menganyam 10 buah sokal atau pot, maka ia bisa mendapatkan sekitar Rp100.000-Rp500.000 terima di tempat tanpa potongan ongkos transportasi dan produk habis terbeli.

Dengan melihat dan merasakan nilai tambah yang signfikan ini, pekerjaan menganyam yang selama ini hanya digeluti oleh perempuan, kini mulai diminati oleh laki-laki. Intervensi UKM en.te telah membawa perubahan sosial yang dimulai dari keluarga.

 

18/02/2019

Wajah semua anggota kelompok nelayan desa Tasikona cerah hari itu. Mereka akan mengikuti rangkaian pelatihan yang difasilitasi oleh YAGAT dengan bantuan dana dari Australian Grant Scheme 2018.

Peserta pelatihan ini adalah para anggota kelompok nelayan dampingan Yagat, berkerja sama dengan TP PKK (Tim Penggerak  program Kesejahteraan Keluarga) desa Tasikona.

Pelatihan hari ini bertema penyadartahuan gender kepada anggota kelompok nelayan. Melalui training ini diharapkan bapak-bapak anggota kelompok dan ibu-ibu anggota kelompok sadar dan mampu mengidentifikasi sikap-sikap bias gender dalam rumah tangga sehingga mampu memperbaiki sikap dan perilakunya di masa mendatang.

Pelatihan ini membuka cakrawala berpikir baru untuk kelompok nelayan ini. Sebelum pelatihan, mereka melihat gender hanya sebatas tidak melakukan tindakan kekerasan fisik kepada istri, kini mereka paham bahwa gender itu bisa dipertukarkan.

“Kalo ada istri yang mau ikut melaut na boleh toh dan ketong bapa-bapa ju boleh bantu mama-mama dong bamasak di dapur e”, ujar salah satu anggota kelompok.

Tambah fasilitator kegiatan, “Lebih jauh lagi bapak, jika selama ini yang membawa anak ke Posyandu hanya kaum ibu, sekarang kaum ayah juga sudah bisa mengantar anaknya ke posyandu”.

Fasilitator dalam pelatihan ini adalah seorang spesialis Gender, ibu Tory Ata. Beliau menjelaskan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami sehingga suasana pelatihan berjalan sangat interaktif terutama saat menggali pengalaman dari peserta.

Selain ibu Tory hadir seorang volunteer dari Australian National University Australia yakni Sayuri Ichikawa yang berbagai cerita tentang  pengalaman penelitian Gender di Myanmar, dimana kerja sama dalam keluarga terkait peningkatan pendapatan melalui kegiatan pasca panen ikan air tawar di sepanjang sungai Ayewardadi, Myanmar.

Dengan berbagi pengalaman dari tempat lain, membuat pelatihan kali ini serasa lebih menyentuh kehidupan real, karena apa yang dilatih, diceritakan sesungguhnya bisa dilakukan di tempat mereka.

Subkategori